Dalam sebuah perkumpulan halaqah ponpes al-ma’rufiyyah, waktu itu membahas tentang bab thaharah. Sejujurnya saya sendiri agak minder tentang pembahasan yang sedemikian panjang dan luasnya arti dari thaharah itu sendiri.
Karena Secara sederhananya thaharah bukanlah sebuah pembahasan, bukanlah pembicaraan, bukanlah sebuah perkumpulan perdebatan dan serangkaian pertanyaan-pertanyaan yang membuat aku selalu bertanya.
Mengapa disetiap kitab-kitab fiqh, maupun hadist selalu diawali bab thaharah, sebelum memasuki bab-bab selanjutnya, apa tujuan thaharah?
Sesungguhnya apa yang saya katakan dan tuliskan bukanlah karena aku ingin memberikan sebuah jawaban apalagi jalan, itu semua adalah sebuah ketidaktahuanku dan ketidakmengertianku, Mumet ?
Santai saja, al-ma’rufiyah toh sangat mempunyai keluwesan untukmemahami setiap kemumetannya, dengan sesuatu yang bisa diterima, sederhana, tidak njilmet, tidak mumet apalagi ruwet :
Thaharah ya thaharah, Yaitu ketika sepatu-sepatu mulai menimbulkan bau, ketika baju-baju sudah tidak bersih lagi, ketika waktu mengaji malah tidak mengaji padahal ada di pondok ini, ketika ada adzan tidak didengarkan, ketika masih sulit untuk bangun pagi, ketika kegiatan terlalu menumpuk dimalam hari, ketika belum bisa mengatur, menata, memanage, mengelola, entah finansianya, sosialnya ataupun dirinya.
Maka, thaharah adalah Proses untuk berlari dari itu semua.
0 komentar:
Posting Komentar