Minggu, 18 Maret 2012

Peronda Sejati itu ....



Sebagai seorang santri yang mempunyai status pengurus keamanan, meskipun hanya wakil,  sungguh aku tak mau dikatakan sebagai orang yang tidak bertanggung jawab, tidak punya komitmen tetap, serta berbagai tidak tidak yang lainnya, yang intinya memberikan peluang tuduhan kepada saya untuk masuk ke dalam golongan orang-orang yang munafik.
Maka saya akan mengatakan terlebih dahulu sebelum itu kepada sodara bahwa saya memanglah munafik. Pertama : agar tuduhan sodara itu benar-benar merupakan suatu tuduhan yang bukan hanya sekedar tuduhan, melainkan sebuah kebenaran. Artinya sodara sudah tidak lagi berdosa, karena memang demikianlah saya.
Sore itu, perwakilan dari salah satu pondok putri sms kepadaku bahwa nanti malam alangkah baiknya, diharapkan agar pondok putra nanti malam ronda.
Sepertinya sms ini tidak untuk ditujukan kepadaku, melainkan kepada semua pihak, semua warga, semua yang bersangkutan. Artinya, sms ini adalah sms yang nyasar, karena sms ini, yang sangkut pautnya sama aku, amatlah sedikit, bahkan tidak ada apapun bagian dari diri saya, berada di dalamnya. Sepenuhnya, sms itu adalah hadiah kegembiraan untuk kalian, sebagai sebuah kemesraan dalam dinamika kehidupan di alma,rufiyyah sebagai warga.
Dengan segala kerendahan hati, aku selalu berusaha untuk berhati-hati serta tidak mau menyakiti hati seseorang meskipun hanya sekedar lewat tulisan. 
Karena ketidak mampuanku , kalau saja aku belum di sumpah_dengan penuh keterpaksaan sebagai pengurus, sebab selalu saja ada ketika di hadapkan kepada permasalahan yang fundamental, kata mz irmawan, maka akan menimbulkan problematikanya tersendiri. 
Meskipun kata-kata itu bukan hanya sekedar teori, maka mohon maaf, aku paksakan saja kata-kata itu untuk ku jadikan sebagai  teori yaitu langkah awal untuk masuk ke dalam realita yang sebenarnya. 
Maksudnya, saya selalu berusaha mengambil jarak untuk tidak mengatakan bahwa mengatur manusia itu bukan seperti mengatur bebek, apalagi ini, yang  statusnya bukan cuman manusia, tapi santri plus juga mahasiswa (alias manusia banget).
Jadi, sungguh kebangetan banget, kalau engkau memandang mereka, sama seperti halnya engkau memandang bebek. Bebek adalah bebek, bukan mereka. kalaupun ada di antara kalian yang memandang bahwa mereka adalah bebek, berarti mereka yang engkau maksudkan tentu bukanlah mereka. Mungkin yang engkau maksudkan bebek itu adalah saya, karena saya memanglah bebek. Namun, karena penyebutannya saja sudah keliru, seperti sudah menjadi sebuah kebenaran yang alami, maka jadilah orang-orang memanggil saya adalah cheker, bukan bebek, padahal yang dimaksudkan itu adalah bebek. 
Akan tetapi perlu di ketahui bahwa dunia binatang itu amatlah menyenangkan, karena tidak ada istilah dlm binatang bbm naik, tidak ada istilah binatang kelaparan, demo-demoan, maling, bahkan pemerkosaan, pembunuhan, peperangan tidak ada dalam binatang, yang ada adalah bahwa istilah-istilah seperti itu ya dari manusia, bukan dari binatang, istilah-istilah bahkan bukan hanya sekedar istilah, itu semua di binatangkan seolah-olah dari binatang lah asal muasalnya, padahal bukan dari mereka / binatang. 
Binatang itu sangat qona’ah, tidak korupsi, tidak ada yang namanya pelanggaran-pelanggaran dalam setiap hidupnya, sepenuhnya patuh, damai. Mereka, kalau sudah kenyang ya sudah, tapi manusia, sudah kenyang masih saja belum merasa kenyang, maka tidak aneh, penindasan, penumpukan, penimbunan, korupsi, segala macam bentuk penjajahan dan dosa dilaksanakan, dengan betapa canggihnya serta sempurnanya. Apalagi kalau masalah perebutan kekuasaan : uang adalah bahasa qalbu. 
Lho, kok ujung-ujungnya malah gak ada ujung? Siapa bilang? Ada kok, kalo binatang, mereka itu menyadari ilmu batas, sedangkan manusia seperti merasa tidak ada batasnya, bahkan definisi manusia sampai saat ini pun, belum ada kesepakatan yang mutlak. 
Karena yang namanya manusia itu ya benar-benar hebat, ahsan taqwim, master piecenya Allah, sebaik-baik dan se sempurna-sempurnanya makhluk yang diciptakan oleh sang pencipta. Ia mempunyai sesuatu yang binatang sendiri pun tak punya. Meskipun sama-sama punya otak, tapi akal mereka berbeda, volume yang ada dalam otak manusia itu lebih besar dari pada binatang, dari pada makhluk-makhluk yang lain yang bukan manusia. 
Makanya kemampuan manusia adalah kesanggupannya untuk memahami hal-hal yang oleh binatang tak sanggup memahaminya, misalnya karena itu manusia mengenal bahasa cinta, berbeda dengan binatang, yang hanya kenalnya cuma kawin.   

Jadi begini, kepada pondok putri yang saya / kami hormati : insya Allah kami akan berjaga dan ronda, apapun akan kami lakukan asalkan kalian bahagia, jangan pedulikan nasib kami bagaimana. Tapi, jangan terlalu berharap ya, coz timbulnya sakit itu berawal dari adanya harapan. 
Kepada pondok putri yang selalu dihormati, mari sama-sama menjaga, kita jaga apapun saja yang perlu untuk di jaga, mohon kerja barengnya, mari sama-sama ronda. 
Rondanya pondok putra berarti di pak Huri. Rondanya pondok putri adalah memperhatikan siapa saja yang ada di pak Huri. Syukur-syukur tidak hanya sekedar memperhatikan, melainkan kopi juga dibuatkan, jaburan atau makanan pun selalu siap untuk selalu dipersiapkan. Kalau masalah rokok, kami udah punya.
Kalau misalnya di pak huri ternyata tidak ada yang ronda, maka percayalah, Allah lah yang ronda. Karena peronda sejati, bukanlah pondok putra, maupun pondok putri, melainkan Allah. Allahlah peronda sejati. Hanya Allah, Cuma Allah. Tak pernah luput, setiap malamNya, memperhatikan setiap gerak langkah dari para hamba-hambaNya. 
Allah Maha Peronda. Peronda sejati.
Konon, setiap dari waktu sepertiga malam, setiap malam ada makhluk langit turun, atau  Allah sendiri langsung datang ke bumi, menghampiri, melihat siapa saja kah dari hamba-hambanya, yang apabila memohon sesuatu kepadaku, tidak lain maka akan kuberikan, akan kukabulkan, apabila memohon ampunan, maka akan kumaafkan segala dosa-dosanya, meskipun segede gunung, bahkan lebih gede lagi dari gunung, ampunanku lebih luas, bahkan lebih luas dari luas itu sendiri. 14.03.2012 oleh: em.nur
  

0 komentar:

Posting Komentar